Monday 5 March 2012

Kanker Paru / Lung Cancer (Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Teoritis)



A.    PENGERTIAN
            Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

B.     ETIOLOGI
            Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok
2. Iradiasi (bahan radioaktif dalam bentuk radon).
 3. Polusi lingkungan kerja (karbonil nikel, arsenic, asbestos dan kromat).
4. Polusi udara
5. Diet (konsumsi rendah betakaroten, seleniumdan vitamin A).
6. Faktor lain : Genetik, PPOM, TB Paru

C.    FAKTOR RISIKO
Faktor Risiko :
  • Laki-laki,
  • Usia lebih dari 40 tahun
  • Perokok
  • Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau polusi
  • Paparan industri / lingkungan kerja tertentu
  • Perempuan perokok pasif
  • Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru (masih dalam penelitian).
  • Tuberkulosis paru (scar cancer), angka kejadiannya sangat kecil.

D.    KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1981) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
            Jenis kanker paru paling umum. Hal ini berkembang dalam sel yang menggarisi saluran udara. Jenis kanker ini seringkali disebabkan karena rokok. Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
            Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Sel-sel ini sering menyerupai biji oat. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
            Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis bermetastasis yang jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
d. Karsinoma sel besar.
            Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh. Bentuk sel kanker ini dibawah mikroskop sesuai namanya: sel sel bundar besar. Sering disebut juga undifferentiated carcinoma.
            Karsinoma bronkogenik dapat dibagi menjadi dua jenis utama untuk memudahkan terapi, yaitu :
a. Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)
b. Non-Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC) :
            -Karsinoma skuamosa
            -Adenokarsinoma
            -Karsinoma sel besar  

E.     STADIUM
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee                on Cancer.
Gambarn TNM
Definisi
Tumor primer (T)
T0

Tx



TiS

T1


T2




T3






T4





Kelenjar limfe regional (N)
N0


N1


N2


N3



Metastasis jauh (M)
M0

M1

Kelompok stadium
Karsinoma tersembunyi TxN0M0



Stadium 0 TISN0M0

Stadium I T1N0M0/ T2N0M0



Stadium II T1N1M0 / T2N1M0



Stadium IIIa T3N0M0/ T3N0M0



Stadium IIIb Setiap T N3M0/ T4 setiap NM0





Stadium IV Setiap T, setiap N,M1

Tidak terbukti adanya tumor primer

Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi

Karsinoma in situ

Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru atau pleura viseralis yang normal.

Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.

Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina.

Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.



Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional.

Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral.

Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe subkarina.

Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Tidak diketahui adanya metastasis jauh

Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak).

Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis.

Karsinoma in situ.

Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh.

Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral.

Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.

Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.

Setiap tumor dengan metastsis jauh.

F.     PATOFISIOLOGI
            Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
            Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
            Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

G.    MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala Intrapulmoner
                        Merupakan gejala local yang disebabkan oleh tumor di paru. Terjadi karena ada gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus, sehingga memudahkan terjadi radang berulang. Keluhan batuk lebih dari 2 minggu merupakan suatu gejala yang patut mendapat perhatian dan menggugah kewaspadaan, terutama pada golongan populasi yang mempunyai factor resiko untuk mendapatkan kanker paru, yaitu :
a. Pria.
b. Berumur di atas 40 tahun.
c. Merokok/Perokok berat.
d. Bekerja di industri yang berkaitan dengan bahan karsinogen.
Keluhan batuk terdapat pada 70-90% kasus. Batuk darah sebagai ulserasi terjadi 6-51% kasus. Di samping batuk, keluhan lain adalah nyeri dada yang bersifat : “kemeng” atau nyeri tumpul (dull) sering unilateral, tidak terbatas jelas. Tentang patogenesa nyeri dada ini belum diketahui dengan pasti dan nyeri tipe ini terdapat pada 42-67% kasus.
2. Gejala Intratorasik Ekstrapulmonal
                        Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan/merusak struktur-struktur di dalam mediastinum dengan akibat antara lain :
a. n. phrenicus             : parase/paralise diafragma.
b. n. reccurens             : parase/paralise korda vokalis.
c. Saraf simpatik          : Sindroma Horner : enoftalmus, miosis, ptosis, dan anhidrosis .
d. Esofagus                 : disfagia
e. Vena cava superior  : sindrom vena cava superior yang terjadi karena bendungan pada                                                    vena cava superior dan disertai pembengkakan muka dan lengan.
f. Trakea/bronkus        : sesak, oleh karena atelektasis total.
g. Jantung                    : gangguan fungsional, terjadi efusi pericardial.
3. Gejala Ekstratorasik Non Metastasik
Dapat dibagi atas :
a. Manifestasi neuromuskuler.
Mempunyai insiden sebesar 4-15%, biasanya berupa “Neuropatia karsinomatosa” terutama didapatkan pada kasus lanjut. Bersifat progresif serta paling sering ditemukan pada karsinoma sel kecil. Sindrom neuropatia karsinomatosa  terdiri dari miopatia, neuropatia perifer, degenarasi serebeler subakut, ensefalomiopatia, dan mielopati nekrotik.
b. Manifestasi endokrin metabolic.
Tumor pembentuk hormone dapat terjadi pada setiap organ yang mengandung sel primitive neural crest, berhubung sel-sel ini mampu mengkonsentrasikan dan mendekarboksilasi prekusor dari amine biogenic, maka sel ini lebih dikenal sebagai sel APUD (Amine Precussor Uptake and Decarboxylation Cell). Manifestasi endokrin terjadi pada 5-12,1% kasus, namun khusus insiden karsinoma sel kecil adalah 21%.
Manifestasi endokrin dapat berupa :
 -Sindroma Cushing
-Sindroma karsinoid
-Hiperparatiroid dan hiperkalsemia
-SIADH dengan hiponatremia
-Sekresi insulin dengan hipoglikemia
-Sekresi gonadotropin berlebih dengan ginekomastia
-Sekresi melanocyte stimulating hormone dengan hiperpigmentasi kulit.
c. Manifestasi jaringan ikat dan tulang.
                        Manifestasi yang paling terkenal adalah hypertropic pulmonary osteoarthropathy, terutama didapatkan pada karsinoma epidermoid dan dikatakan belum pernah ditemukan pada karsinoma sel kecil. Keadaan ini dihubungkan dengan peningkatan kadar Human Growth Hormon yang imunoreaktif dalam plasma. Secara radiologic didapatkan pembentukan tulang baru sub-periosteal, terutama tulang-tulang ekstremitas bagian distal, yaitu jari-jari (jari tabuh). Gejala akan hilang pada reseksi tumor dan vagotomi. Manifestasi tulang dan jaringan ikat yang lebih jarang antara lain adalah acanthosis negricans dan scleroderma.
d. Manifestasi vaskuler dan hematologic.
                        Tidak sering didapatkan, sering dalam bentuk migratory thrombopheblitis, purpura, dan anemia.
4. Gejala Ekstratorasik Metastasik.
                        Karsinoma bronkogenik adalah satu-satunya tumor yang mampu berhubungan langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut dapat menyebar hampir ke semua organ, terutama otak, hati, dan tulang.


H.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis, erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

I.       PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Suportif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
Penatalaksanaan pada kanker paru dapat dilakukan dengan :
1. Pembedahan.
            Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.

            a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
            b. Pneumonektomi (pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
            c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
            d. Resesi segmental.
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.
            e. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
            f. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris.
2. Radiasi
            Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus. Terapi radiasi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut.
a) klien tumor paru yang operable tetapi risiko jika dilakukan pembedahan.
b)  klien adenokarsinoma atau sel skuamosa inoperable yang mengalami      pembesaran kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.
c) klien kanker bronkus dengan oat cell.
d) klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi.
            Dosis umum 5000-6000 rad dalam jangka waktu 5-6 minggu. Pengobatan dilakukan dalam 5 kali seminggu dengan dosis 180-200 rad/hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
*Esofagitis, hilang 1 minggu sampai dengan 10 hari sesudah pengobatan.
*Pneumonitis, pada rontgen terlihat bayangan eksudat di daerah penyinaran.
3. Kemoterapi
            Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
            Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker paru, terutama pada SCLC karena metastasis. Kemoterapi dapat juga diberikan bersamaan dengan terapi bedah. Obat-obat kemoterapi yang biasanya diberikan untuk menangani kanker, termasuk kombinasi dari obat-obat berikut.
·         Cyclophosphamide, Dexorubicin, Methrotexate, dan Procarbazine.
·         Etoposide dan Cisplatin
·         Mitomycin, Vinblastine, dan Cisplatin.
4. Imunoterapi
Banyak klien kanker paru yang mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi (Cytokin) biasa diberikan.
5. Terapi Laser
6. Torakosentesis dan Pleurodesis
* Efusi pleura dapat menjadi masalah bagi klien kanker paru.
* Efusi timbul akibat adanya tumor pada pleura visceralis dan parietalis serta obstruksi kelenjar limfe mediastinal.
* Tujuan akhir dari terapi ini adalah mengeluarkan dan mencegah akumulasi cairan.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU
A.    PENGKAJIAN
ANALISA DATA
Dasar Pengkajian Data Pasien Preoperasi
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
Data Subyektif
Data Obyektif
Kesimpulan
Pasien mengatakan sesak dan susah bernapas.
Pasien tampak gelisah, hipoksia, dispnea, sianosis, hasil AGD terjadi penurunan SaCO2, peningkatan pCO2  . TTV : RR : 36 x menit.
Gangguan Pertukaran Gas
Pasien mengatakan batuk dan tidak bisa mengeluarkan dahak
Pasien tampak dispnea, bunyi napas ronkhi, terdapat penggunaan otot bantu napas, dan batuk tidak efektif.
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Pasien mengatakan tidak bisa tidur, cemas akan kematian dan menyangkal hasil diagnosa.
Pasien tampak ketakutan dan berekspresi syok.
Kecemasan/Ansietas
Pasien mengatakan tidak mengerti dengan program pengobatan yang akan dijalani dan prognosis penyakitnya.
Pasien tampak tidak bisa mengikuti instruksi yang diberikan.
Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Kondisi, Tindakan, dan Prognosis.

Dasar Pengkajian Data Pasien Pascaoperasi
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
Data Subyektif
Data Obyektif
Kesimpulan
Pasien mengatakan sesak dan susah bernapas.
Pasien tampak gelisah, hipoksia, dispnea, sianosis, hasil AGD terjadi penurunan SaCO2, peningkatan pCO2  . TTV : RR : 36 x menit.
Gangguan Pertukaran Gas
Pasien mengatakan batuk dan tidak bisa mengeluarkan dahak
Pasien tampak dispnea, bunyi napas wheezing, batuk tidak efektif.
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Pasien mengatakan tidak nyaman dan nyeri di dada dan tidak bisa tidur.
Pasien tampak meringis dan tidak ingin berinteraksi.

Gangguan Rasa Nyaman Nyeri (Akut)
Pasien mengatakan tidak bisa tidur, cemas akan kematian dan menyangkal hasil diagnosa.
Pasien tampak ketakutan dan berekspresi syok.
Kecemasan/Ansietas
Pasien mengatakan tidak mengerti dengan program pengobatan yang akan dijalani dan prognosis penyakitnya.
Pasien tampak tidak bisa mengikuti instruksi yang diberikan.
Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Kondisi, Tindakan, dan Prognosis.

B.     DIAGNOSA
a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi.
2). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kehilangan fungsi silia jalan nafas, peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, dan meningkatnya tahanan jalan nafas
3). Kecemasan/Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati, dan faktor psikologis.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi informasi, dan kurang mengingat.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pengangkatan jaringan paru, gangguan suplai oksigen, dan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
2). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan jumlah/ viskositas secret, keterbatasan gerakan dada/ nyeri, kelemahan/ kelelahan.
3). Gangguan rasa nyaman nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal, adanya selang dada, dan invasi kanker ke pleura, dinding dada.
4). Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman/ perubahan status kesehatan, dan adanya ancaman kematian.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber, salah interperatasi informasi, dan kurang mengingat.
c. Diagnosa Tambahan
1) Pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan obstruksi trankeobronkial oleh secret, perdarahan aktif, penurunan ekspansi paru, dan proses inflamasi.
2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake yang tidak kuat, peningkatan metabolism, dan proses keganasan.
3) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.

C.    PERENCANAAN
Prioritas Keperawatan (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999)
1. Mempertahankan/memperbaiki fungsi pernapasan
2. Mengontrol/menghilangkan nyeri
3. Mendukung upaya mengatasi diagnosa/situasi
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan

a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
No
dx
Diagnosa
Kep.
 Tujuan dan Kriteria hasil
Rencana tindakan

Rasional
1
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi.
Setelah dilakukan intervensi 2 x 24 jam diharapkan pertukaran gas kembali adekuat dengan kriteria hasil :
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

2. Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
1) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.

2) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.












3) Kaji adanya sianosis.







4) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi.

5) Awasi atau gambarkan seri GDA.
a) Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.





b) Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.

c) Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.

d) Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.


e) Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefektifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kehilangan fungsi silia jalan nafas, peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, dan meningkatnya tahanan jalan nafas.
Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
1. Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.

2. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih.

3. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

4. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersihan jalan nafas.
1) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.




2) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.



3) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.

4) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.

5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
a) Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.

b) Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.

c) Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau purulen.

d) Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.

e) Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3
Ketakutan/anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati, dan faktor psikologis.
Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam diharapkan cemas dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
1. Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.

2. Mengakui dan mendiskusikan takut.

3. Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.

4. Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
1) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.


2) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.

3) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.

4) Identifikasi persepsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.



5) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.



a) Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

b) Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.

c) Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.


d) Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.

e) Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi informasi, dan kurang mengingat.
Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam diharapkan pasien mengerti tentang penyakitnya dengan kriteria hasil :
1. Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.

2. Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.

3. Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.

4. Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
1) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.



2) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat.



3) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.




4) Berikan pedoman untuk aktivitas.

a) Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.

b) Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.

c) Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.

d) Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
No
dx
Diagnosa
Kep.
 Tujuan dan Kriteria hasil
Rencana tindakan

Rasional
1
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pengangkatan jaringan paru, gangguan suplai oksigen, dan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam diharapkan pertukaran gas kembali adekuat dengan kriteria hasil :
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.

2. Bebas gejala distress pernafasan.
1) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.

2) Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi nafas tak normal.







3) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat.

4) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.

5) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
a) Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.




b) Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.

c) Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.




d) Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.





e) Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan jumlah/ viskositas sekret, keterbatasan gerakan dada/ nyeri, dan kelemahan/ kelelahan.
Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
1.
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih.

2. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

3. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersihan jalan nafas.
1) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.



2) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.



3) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.



4) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.

5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
a) Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.

b) Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.

c) Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.

d) Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.


e) Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3
Gangguan rasa nyaman nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal, adanya selang dada, dan invasi kanker ke pleura, dinding dada.
Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam diharapkan skala nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil :
1. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.

2. Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.

3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.





2) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.




3) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.






4) Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.

5) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
a) Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.

b) Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.

c) Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.

d) Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.

e) Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4
Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman/ perubahan status kesehatan, dan adanya ancaman kematian.
Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam diharapkan cemas dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
1. Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah

2. Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat

3. Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
1) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.











2) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan.


3) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.






4) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.

5) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.

6) Berikan kenyamanan fisik pasien.
a) Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.

b) Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.

c) Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.

d) Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi.





e) Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tak berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.

f) Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber, salah interpertasi informasi, dan kurang mengingat.
Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam diharapkan pasien mengerti tentang penyakitnya dengan kriteria hasil :
1. Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.

2. Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.

3. Berpartisipasi dalam proses belajar.

4. Melakukan perubahan pola hidup.
1) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.










2) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.

3) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
a) Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.

b) Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.








c) Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.

D.    PELAKSANAAN
            Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi atau pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat repons pasien terjadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan/memperbaiki fungsi pernapasan, mengontrol/menghilangkan nyeri, mendukung upaya mengatasi diagnosa/situasi, dan memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan (Doenges Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan).

E.     EVALUASI
1. Pertukaran gas adekuat.
2. Bersihan jalan napas efektif.
3. Skala nyeri pasien berkurang.
4. Pasien tampak rileks.
5. Pasien menyatakan mengerti dengan kondisi, tindakan, prognosis penyakitnya.

No comments: