Wednesday 29 February 2012

Contoh Laporan Pendahuluan Tuberkulosis Paru


LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PARU
    I.   DEFINISI
Tuberculosis adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam (Suriadi, 2001). Tuberculosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004). Bakteri ini biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dan mengkolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Bakteri ini juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit. Sebagian besar bakteri menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Depkes, 2003).
Tuberkulosis pada manusia ditemukan dalam dua bentuk yaitu :
a.    Tuberkulosis primer : infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB (infeksi pertama kali).
b.   Tuberkulosis sekunder : kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas terjadi karena adanya penurunan imunitas. Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi.




 II.   ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang, dengan ukuran 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 μm. Sebagian besar bakteri berupa lemak atau lipid, sehingga bakteri tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain bakteri ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apical atau apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis tipe humanis dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang paling banyak menimbulkan penyakit tuberculosis pada manusia. Bakteri ini mudah mati apabila terkena sinar ultraviolet. Adanya bakteri ini menyebabkan infeksi pada paru.

III.   PATOFISIOLOGI
Seseorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacteerium tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan napas ke alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag memfagositosis bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.
Massa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk kalsifikasi, membentuk jarinan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena repons imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi ghon tubercle, dan akhirnya menjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, peembentukan tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda dan akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

IV.   MANIFESTASI KLINIS
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1.      Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan makin pendek.
b.Gejala sistemik lain
Keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
2.      Gejala klinis Haemoptoe :
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
a).  Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
b). Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
c).  Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

Klik disini untuk download WOC'nya TB gan...

    I.             Pemeriksaan Penunjang
a.      Uji Tuberculin mantoux (tes kulit)
Tuberculin positif, menunjukkan TBC aktif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. (Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda).
Ada dua macam tes tuberkulin yaitu :
·         Old Tuberculin (OT), diperoleh dari biakan teh dalam medium dalam medium gliserol yang berumur enam minggu dan dipekatkan menjadi 1 :10 volume dan disterilkan. OT mengandung protein tuberkulin yang spesifik, zat-zat lain dari bakteri TB, dan zat-zatdari medium pembiakan.
·         Purified Protein Derivative (PPD), merupakan ekstrak protein bakteri TB yang sudah dimurnikan secara kiwiawi sehingga hanya terdiri atas tuberkulin protein saja. PPD lebih murni dan lebih baik daripada OT karena komposisi dan potensinya konstan serta tidak mengandung zat-zat nonspesifik.
b.      BCG
Terjadi reaksi cepat (3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm.
c.       Pemeriksaan Radiology
Ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan milier



d.      Foto thorax
Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan TB dapat masuk rongga area fibrosa.
e.    Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Setelah dilakukan kultur jaringan ditemukan adanya koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Ditemukannya kuman Mycobacterium tuberculosis dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Dilakukan 3 kali pemeriksaan dahak. Kultur sputum, positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
f.       Pemeriksaan lain-lain
1.      Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
2.      Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
3.      Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
4.      Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex. Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
5.      Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).



 II.   Epidemiologi Dan Penularan TBC
Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1.      Reservoir, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoir paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2.      Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.
3.      Massa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan basil Turbekel terutama yang dibatukkan atau dibersinkan.
4.      Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.

III.    Stadium TBC
  1. Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
  1. Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna)
  1. Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik).
Status kemoterapi (pencegahan) :
·         Tidak ada
·         Dalam pengobatan kemoterapi
·         Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter)
·         Tidak komplit
  1. Kelas 3
Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain.
Status bakteriologis :
a.       Positif dengan :
·         Mikroskop saja
·         Biakan saja
·         Mikroskop dan biakan
b.      Negatif dengan :
·         Tidak dikerjakan
Status kemoterapi :
Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap reaksi tes kulit tuberkulin :
a.       Bermakna
b.      Tidak bermakna
  1. Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini).
Status kemoterapi :
a.       Tidak mendapat kemoterapi
b.      Dalam pengobatan kemoterapi
c.       Komplit
d.      Tidak komplit
  1. Kelas 5
Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda)
Kasus kemoterapi :
a.       Tidak ada kemoterapi
b.      Sedang dalam pengobatan kemoterapi.

IV.      Penatalaksanaan
a.       Promotif
1.      Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2.      Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3.      Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b.      Preventif
1.      Vaksinasi BCG
2.      Menggunakan isoniazid (INH)
3.      Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4.      Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
c.       Kuratif
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun.
CDC dan American Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang terdiri dari INH dan RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien tanpa penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau kanker didiagnosis TBC setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan mengeluarkan keringat malam sekitar 3 minggu.

Web of Caution Pneumonia

Click here to download the WOC of Pneumonia

Web of Caution CA Paru

Klik disini untuk download WOC nya CA Paru ... ;)

Lung Absess's Web Of Caution

Klik disini untuk download WOC nya Lung Absess ya gan...

Tuesday 28 February 2012

ENZIM (DALAM TUBUH MANUSIA)


Enzim
1. Letak enzim dan kaitannya dengan fungsinya
Biokimia enzim adalah cabang ilmu biokimia yang mempelajari proses reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup yang melibatkan enzim. Setiap organisme hidup bergantung pada reaksi biokimia di dalam tubuhnya. Makhluk hidup yang sehat memiliki reaksi biokimia yang harmonis. Saat reaksi tersebut mengalami abnormalitas, tubuh akan sakit. Bahkan, kehidupannya terhenti.
Reaksi kimia berbeda dengan reaksi fisika. Dalam reaksi fisika, zat mengubah bentuk dirinya tanpa menghasilkan zat baru. Hanya bentuknya yang berubah, sedangkan zatnya masih sama. Sementara reaksi kimia, melibatkan dua zat atau lebih yang bereaksi dan menghasilkan zat baru yang berbeda dari zat asalnya.
Beberapa contoh reaksi kimia dalam tubuh manusia adalah reaksi amilum menghasilkan glukosa, reaksi protein menghasilkan asam amino, dan reaksi lemak menghasilkan asam lemak. Setiap reaksi tersebut melibatkan enzim tertentu yang secara spesifik memiliki tugas khusus untuk bereaksi.
Reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup dapat berlangsung normal dalam suhu yang tepat. Pada tumbuhan dan binatang berdarah dingin, berkisar pada suhu 27 derajat celcius. Sementara pada manusia dan binatang berdarah panas, berkisar pada suhu 37 derajat celcius.
Reaksi kimia yang berlangsung wajar tanpa adanya katalisator membutuhkan waktu sangat lama. Proses tersebut tidak memungkinkan adanya kehidupan, kecuali reaksi sel di tingkatkan secara drastis dengan katalisator tertentu. Katalisator inilah yang bertugas mempercepat reaksi zat terhadap substratnya. Dalam tubuh makhluk hidup, katalisator tersebut diperankan oleh enzim, senyawa yang termasuk dalam kategori protein dan dihasilkan oleh sel hidup. Secara structural enzim adalah protein, sehingga sifat-sifat protein dimiliki oleh enzim, seperti termolabil, rusak oleh logam berat (Ag, Pb, Hg), terganggu oleh perubahan pH.
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Enzim merupakan pengatur suatu reaksi. Bahan tempat enzim bekerja disebut substrat. Bahan baru atau materi yang dibentuk sebagai hasil reaksi disebut produk.
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein dan bagian yang bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim, bersifat labil, mudah berubah oleh pengaruh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan protein disebut gugus prostetik (aktif), terdiri atas kofaktor atau koenzim. Kofaktor adalah bagian yang tidak mengandung protein, tetapi berisi ion-ion logam dan molekul organik yang disebut koenzim. Sedangkan koenzim merupakan gugus prostetik terdiri atas senyawa organik kompleks, misalnya NADH, FADH, koenzim A, dan vitamin B. Koenzim berfungsi mentranspor gugus kimia dari satu enzim ke enzim lain dan secara secara kimiawi mengalami perubahan sebagai akibat reaksi enzim. Koenzim dapat dikategorikan sebagai substrat sekunder. Berikut merupakan letak enzim-enzim serta fungsinya.
Letak Enzim Fungsi
Mulut : Amilase (Ptialin) –> Memecah karbohidrat rantai panjang seperti amilum dan dekstrin, akan diurai menjadi molekul yang lebih sederhana
Lambung : Lipase : Memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun lipase yang dihasilkan sangat sedikit ; Renin : Mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI). Hanya dimiliki oleh bayi.
Usus halus  : Disakaridase — > Menguraikan disakarida menjadi monosakarida ; Erepsinogen –> Erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin. Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.
Pancreas : Enterokinase –> Mengaktifkan erepsinogen menjadi erepsin serta mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin ; Tripsin–> mengubah pepton menjadi asam amino ; Amilase –> Mengubah amilum menjadi disakarida ; Lipase –> Mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol ; Tripsinogen –> Tripsin yang belum aktif ; Kimotripsin –> Mengubah peptone menjadi asam amino ; Nuklease –> Menguraikan nukleotida menjadi nukleosida dan gugus pospat
2. Sifat-sifat enzim
Enzim merupakan suatu protein yang bekerja secara khusus, dapat digunakan berulangkali, rusak oleh panas tinggi, terpengaruh oleh pH, diperlukan dalam jumlah sedikit, dan dapat bekerja secara bolak-balik.
a. Protein
Sebagian besar enzim (kecuali ribozime), adalah protein. Dengan demikian sifat-sifat yang dimilikinya sama dengan sifat sifat protein, yaitu: menggumpal pada suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH
b. Bekerja secara khusus/khas/Spesifik
Enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, dan tidak dapat mempengaruhi reaksi lainnya. Sebagai contoh: di dalam usus rayap terdapat protozoa yang menghasilkan enzim selulase sehingga rayap dapat hidup dengan makan kayu karena dapt mencerna selulosa (salah satu jenis karbohidrat/polisakarida). Sebaliknya manusia tidak dapat mencerna kayu, meskipun mempunyai enzim amilase, yaitu enzim yang dapat mencerna amilum/pati (yang juga merupakan jenis polisakarida). Enzim amilase dan selulase masing-masing bekerja secara khusus.
c. Dapat digunakan berulang kali
Enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Meskipun dalam jumlah sedikit, adanya enzim dalam suatu reaksi yang dikatalisirnya akan mempercepat reaksi, karena enzim yang telah bekerja dalam reaksi tersebut dapat digunakan kembali.
d. Rusak oleh panas
Enzim adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C tidak dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru menurunkan atau menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak sehingga enzim tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan enzim-enzim dari perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu rendah tidak merusak enzim tetapi hanya menonaktifkannya saja.
e. Diperlukan dalam jumlah sedikit
Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagai katalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selama molekul tersebut tidak rusak.
f. Dapat bekerja bolak-balik
Umumnya enzim dapat bekerja secara bolak-balik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain, dan sebaliknya dapat pula bekerja menyusun senyawa-senyawa itu menjadi senyawa semula. Pada tumbuhan, proses fotosintesis menghasilkan glukosa. Apabila glukosa yang dihasilkan dalam jumlah banyak, maka glukosa tersebut diubah dan disimpan dalam bentuk pati. Pada saat diperlukan, misalnya untuk pertumbuhan, pati yang disimpan sebagai cadangan makanan tersebut diubah kembali menjadi glukosa.
g. Kerja enzim dipengaruhi lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat penghambat.
• Suhu
Enzim bekerja optimal pada suhu 30°C atau pada suhu tubuh dan akan rusak pada suhu tinggi. Biasanya enzim bersifat nonaktif pada suhu rendah (0°C atau di bawahnya), tetapi tidak rusak. Jika suhunya kembali normal enzim mampu bekerja kembali. Sementara pada suhu tinggi, enzim rusak dan tidak dapat berfungsi kembali.
• pH
Enzim bekerja optimal pada pH tertentu, umumnya pada pH netral. Pada kondisi asam atau basa, kerja enzim terhambat. Agar enzim dapat bekerja secara maksimal, pada penelitian/percobaan yang menggunakan enzim, kondisi pH larutan dijaga agar tidak berubah, yaitu dengan menggunakan larutan penyangga (buffer).
• Hasil akhir
Kerja enzim dipengaruhi hasil akhir. Hasil akhir yang menumpuk menyebabkan enzim sulit “bertemu’ dengan substrat. Semakin menumpuk hasil akhir, semakin lambat kerja enzim.
• Zat penghambat
Zat yang dapat menghambat kerja enzim disebut zat penghambat atau inhibitor. Zat tersebut memiliki struktur seperti enzim yang dapat masuk ke substrat, atau ada yang memiliki struktur seperti substrat sehingga enzim salah masuk ke penghambat tersebut. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: semisal enzim itu anak kunci, terdapat zat penghambat (inhibitor) yang:
- strukturnya mirip anak kunci (enzim), sehingga zat penghambat itu dapat masuk ke dalam gembok kunci (substrat).
- bentuknya mirip gembok kunci (substrat), sehingga enzim sebagai anak kunci “keliru masuk ” ke anak kunci palsu.
3. Katalisator
Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi Kimia dengan menurunkan energi aktivasinya. Enzim tersebut akan bergabung sementara dengan reaktan sehingga mencapai keadaan transisi dengan energi aktivasi yang lebih rendah daripada energi aktivasi yang diperlukan untuk mencapai keadaan transisi tanpa bantuan katalisator atau enzim.
4. Penggolongan dan tata nama enzim
Biasanya enzim mempunyai akhiran –ase. Di depan –ase digunakan nama substrat di mana enzim itu bekerja., atau nama reaksi yang dikatalisis. Misal : selulase, dehidrogenase, urease, dan lain-lain. Tetapi pedoman pemberian nama tersebut diatas tidak selalu digunakann. Hal ini disebabkan nama tersebut digunakan sebelum pedoman pemberian nama diterima dan nama tersebut sudah umum digunakan. Misalnya pepsin, tripsin, dan lain-lain. Dalam Daftar Istilah Kimia Organik (1978), akhiran –ase tersebut diganti dengan –asa.
International Union of Biochemistry and Molecular Biology telah mengembangkan suatu tatanama untuk enzim, yang disebut sebagai nomor EC; tiap-tiap enzim memiliki empat digit nomor urut sesuai dengan ketentuan klasifikasi yang berlaku. Nomor pertama untuk klasifikasi teratas enzim didasarkan pada ketentuan berikut:
• EC 1 Oksidoreduktase: mengatalisis reaksi oksidasi/reduksi
• EC 2 Transferase: mentransfer gugus fungsi
• EC 3 Hidrolase: mengatalisis hidrolisis berbagai ikatan
• EC 4 Liase: memutuskan berbagai ikatan kimia selain melalui hidrolisis dan oksidasi
• EC 5 Isomerase: mengatalisis isomerisasi sebuah molekul tunggal
• EC 6 Ligase: menggabungkan dua molekul dengan ikatan kovalen
Ada dua cara penamaan enzim, yaitu secara sistematis (berdasarkan atas reaksi yang terjadi) dan trivial (nama singkat). Contohnya:
ATP+ glukosa ADP+Glukosa 6-Fosfat
Nama sistematik: ATP: Glukosa 6-Fosfat
Nama trivial : Heksokinase
Dengan berkembangnya ilmu genetika dan dilakukannya berbagai percobaan di bidang ini, dapat dibuktikan bahwa pembentukan enzim atau kelompok enzim diatur oleh gen atau kelompok gen dalam kromosom. George Beadle dan Edward Tatum mendapat hadiah novel pada tahun 1958 atas jasa mereka menemukan gen pengendali sintesis protein dan enzim yang disimpulkan dalam suatu teori “one gene, one enzyme”.
a. Hidrolase
Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan pertolongan air. Hidrolase dibagi atas kelompok kecil berdasarkan substratnya yaitu :
1) Karbohidrase, yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan karbohidrat. Kelompok ini masih dipecah lagi menurut karbohidrat yang diuraikannya, misal :
i. Amilase, yaitu enzim yang menguraikan amilum (suatu polisakarida) menjadi maltosa 9 suatu disakarida).
(C6H10O5)n + n H2O n C12H22O11
ii. Maltase, yaitu enzim yang menguraikan maltosa menjadi glukosa
C12H22O11 + H20 2 C6H12O6
iii. Sukrase, yaitu enzim yang mengubah sukrosa (gula tebu) menjadi glukosa dan fruktosa.
iv. Laktase, yaitu enzim yang mengubah laktase menjadi glukosa dan galaktosa.
v. Selulase, emzim yang menguraikan selulosa ( suatu polisakarida) menjadi selobiosa ( suatu disakarida)
vi. Pektinase, yaitu enzim yang menguraikan pektin menjadi asam-pektin.
2) Esterase, yaitu enzim-enzim yang memecah golongan ester. Contoh-contohnya :
i. Lipase, yaitu enzim yang menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
ii. Fosfatase, yaitu enzim yang menguraikan suatu ester hingga terlepas asam fosfat.
b. Proteinase atau Protease, yaitu enzim enzim yang menguraikan golongan protein
Contoh-contohnya:
i. Peptidase, yaitu enzim yang menguraikan peptida menjadi asam amino.
ii. Gelatinase, yaitu enzim yang menguraikan gelatin.
iii. Renin, yaitu enzim yang menguraikan kasein dari susu.
c. Oksidase dan reduktase , yaitu enzime yang menolong dalam proses oksidasi dan reduksi
Enzim Oksidase dibagi lagi menjadi;
i. Dehidrogenase : enzim ini memegang peranan penting dalam mengubah zat-zat organik menjadi hasil-hasil oksidasi.
ii. Katalase : enzim yang menguraikan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.
d. Desmolase , yaitu enzim-enzim yang memutuskan ikatan-ikatan C-C, C-N dan beberapa ikatan lainnya
Enzim Desmolase dibagi lagi menjadi :
i. Karboksilase : yaitu enzim yang mengubah asam piruyat menjadi asetaldehida.
ii. Transaminase : yaitu enzim yang memindahkan gugusan amine dari suatu asam amino ke suatu asam organik sehingga yang terakhir ini berubah menjadi suatu asam amino.
Enzim juga dapat dibedakan menjadi eksoenzim dan endoenzim berdasarkan tempat kerjanya, ditinjau dari sel yang membentuknya.Eksoenzim ialah enzim yang aktivitasnya diluar sel. Endoenzim ialah enzim yang aktivitasnya didalam sel.
Selain eksoenzim dan endoenzim, dikenal juga enzim konstitutif dan enzim induktif. Enzim konstitutif ialah enzim yang dibentuk terus-menerus oleh sel tanpa peduli apakah substratnya ada atau tidak. Enzim induktif (enzim adaptif) ialah enzim yang dibentuk karena adanya rangsangan substrat atau senyawa tertentu yang lain. Misalnya pembentukan enzim beta-galaktosida pada escherichia coli yang diinduksi oleh laktosa sebagai substratnya. Tetapi ada senyawa lain juga yang dapat menginduksi enzim tersebut walaupun tidak merupakan substarnya, yaitu melibiosa. Tanpa adanya laktosa atau melibiosa, maka enzim beta-galaktosidasa tidak disintesis, tetapi sintesisnya akan dimulai bila ditambahkan laktosa atau melibiosa.
5. Kelas enzim
Kelas Tipe Reaksi
Oksidoreduktase
(nitrat reduktase) Enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi
(memisahkan dan menambahkan elektron atau hydrogen)
Transferase
(kinase) Memindahkan gugus senyawa kimia
Hidrolase
(protease, lipase, amilase) Enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis (memutuskan ikatan kimia dengan penambahan air)
Ligase
(fumarase) Mengkatalisis reaksi penggabungan dua senyawa yang disertai peruraian molekul ATP (membentuk ikatan rangkap)
Isomerase
(epimerase) Mengkatalisir perubahan isomer
Polimerase
(tiokinase) Menggabungkan monomer-monomer sehingga terbentuk polimer
6. Mekanisme kerja
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara, yang kesemuaannya menurunkan ΔG‡:
a. Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.)
b. Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.
c. Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara.
d. Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar,[27] dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.
Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu sama lain. Jika suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, maka akan menempel pada enzim.Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk. Ada 2 teori mengenai kerja enzim, yaitu:
a. Teori gembok anak kunci (key-lock)
Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja Gambar 3.4 A) Substrat sesuai dengan sisi aktif seperti gembok kunci dengan anak kuncinya. Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.
b. Teori cocok terinduksi (induced fit).
Sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan struktur substrat. Ikatan antara enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan dengan substrat.
Ada pula zat yang dapat menghambat kerja atau mekanisme dari enzim ini sendiri, yang dikenal dengan nama inhibitor. Bersifat reversible dan irreversible. Inhibitor reversible dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan nonkompetitif.
a. Inhibitor kompetitif
Menghambat kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat kembali seperti semula) dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi substrat. Inhibitor kompetitif misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim suksinat dehidrogenase, yaitu enzim yang bekerja pada substrat oseli suksinat.
b. Inhibitor nonkompetitif
Inhibitor ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversible tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan konsentrasi substrat.
c. Inhibitor irreversibel
Inhibitor ini berikatan dengan sisi aktif enzim secara kuat sehingga tidak dapat terlepas. Enzim menjadi tidak aktif dan tidak dapat kembali seperti semula (irreversible). Contohnya, diisopropilfluorofosfat yang menghambat kerja asetilkolin-esterase.
Oleh karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan sebagai obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit. Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai contohnya, sianida yang merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan besi pada tapak aktif enzim sitokrom c oksidase dan memblok pernafasan sel.
7. Gugus fungsional
Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase, sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase. Terdapat pula sejumlah kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner). Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya, prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang sangat sulit.
Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif. Enzim juga dapat mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi. Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik.
Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.

METABOLISME KARBOHIDRAT


Secara umum definisi karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom Karbon, Hidrogen dan Oksigen, dan pada umumnya unsur Hidrogen clan oksigen dalam komposisi menghasilkan H2O. Di dalam tubuh karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak. Akan tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, terutama sumber bahan makan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Sumber karbohidrat nabati dalam glikogen bentuk glikogen, hanya dijumpai pada otot dan hati dan karbohidrat dalam bentuk laktosa hanya dijumpai di dalam susu. Pada tumbuh-tumbuhan, karbohidrat di bentuk dari basil reaksi CO2 dan H2O melalui proses foto sintese di dalam sel-sel tumbuh-tumbuhan yang mengandung hijau daun (klorofil). Matahari merupakan sumber dari seluruh kehidupan, tanpa matahari tanda-tanda dari kehidupan tidak akan dijumpai.
Karbohidrat yang terdapat pada makanan dapat dikelompokkan:
a. Available Carbohydrate
(Karbohidrat yang tersedia), yaitu karbohidrat yang dapat dicerna, diserap serta dimetabolisme sebagai karbohidrat.
b. Unvailable Carbohydrate (Karbohidrat yang tidak tersedia)
Yaitu karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga tidak dapat diabsorpsi.
Penggolongan karbohidrat yang paling sering dipakai dalam ilmu gizi berdasarkan jumlah molekulnya.
a. Monosakarida
1) Heksosa (mengandung 6 buah karbon)
- Glukosa
- Fruktosa
- Galaktosa
2) Pentosa (mengandung 5 buah karbon)
- Ribosa
- Arabinosa
- Xylosa
b. Disakarida
1) Sukrosa
2) Maltosa
3) Laktosa
c. Polisakarida
1) Amilum
2) Dekstrin
3) Glikogen
4) Selulosa
1. Glikolisis dan glukoneogenesis
a. Glikolisis
Glikolisis merupakan jalur, dimana pemecahan D-glukosa yang dioksidasi menjadi piruvat yang kemudian dapat direduksi menjadi laktat. Jalur ini terkait dengan metabolisme glikogen lewat D-glukosa 6-fosfat. Glikolisis bersangkutan dengan hal-hal berikut :
- Pembentukan ATP dalam rangkaian ini molekul glukosa dioksidasi sebagian.
- Produksi piruvat
- Pembentukan senyawa antara bagi proses-proses biokimiawi lain misalnya, gliserol 3-fosfat. Untuk biosintesis trigliserid dan fosfolipid, 2, 3–bisfosfogliserat dalam eritrosit, piruvat untuk biosintesis L–alanin, dan sebagainya.
Glikolisis dapat berlangsung dalam keadaan aerob, bila sediaan oksigen cukup untuk mempertahankan kadar NAD+ yang diperlukan, atau dalam keadaan anaerob (hipoksik), bila kadar NAD+ tidak dapat dipertahankan lewat sistem sitokrom mitokondrial dan bergantung pada usaha temporer perubahan piruvat menjadi laktat. Glikolisis anaerob, yang menaruh kepercayaan temporer pada piruvat merupakan usaha tubuh dalam menantikan pulihnya kecukupan oksigen. Dengan demikian glikolisis merupakan keadaan ini disebut hutang oksigen.
Pemeliharaan kadar oksigen dan karbondioksida tertentu dalam sel essensial untuk fungsi normalnya. Tetapi situasi abnormal dapat terjadi, bila tubuh menderita stres. Stres demikian mungkin berupa keperluan energi tinggi misalnya, labihan ekstrim atau hiperventilasi esenfalitis, apabila laju pengangkutan oksigen kedalam sel tidak sama kecepatannya dengan reaksi katabolik oksidatif penghasil ATP. Karena reaksi-reaksi oksidatif ini dikaitkan dengan oksigen lewat NAD+ / NADH dan sistem sitokrom, dan karena hal-hal tersebut tidak dapat berlangsung kecuali NADH + H + diubah menjadi NAD+, diperlukan langkah darurat yang melibatkan piruvat. Hal ini mengakibatkan konversi piruvat menjadi laktat. Bila kadar laktat dalam darah meningkat, pH menurun, dan timbul tanda-tanda yang diperkirakan, yakni pernafasan cepat dan kehabisan energi. Variasi kadar laktat darah yang mengikuti perubahan-perubahan dalam aktivitas jasmani. Laktat yang diproduksi dan dilepaskan kedalam darah diubah kembali menjadi piruvat dalam hati apabila diperoleh cukup oksigen.
• Regenerasi NAD+ oleh piruvat.
Enzim yang mengkatalis reaksi dalam tahapan glikolisis dijumpai dalam sitoplasma sel. Disinilah glikolisis berlangsung. Glikolisis dimulai dengan fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6–fosfat.
• Gugus fosforil pada glukosa 6 fosfat berasal dari ATP.
Nampaknya agak mengherankan karena glikolisis merupakan lintasan katabolisme, kita mengharapkan memperoleh ATP, bukan menggunakannya. Glukosa 6–fosfat diubah menjadi fruktosa 6–fosfat :
o Fruktosa 6–fosfat mengalami fosfosilasi menjadi fruktosa 1, 6–difosfat dengan menggunakan satu molekul ATP lagi yang diinvestasikan. Setelah sel telah mengintenvestasikan dua molekul ATP untuk setiap molekul glukosa yang dirombak. Perubahan fruktosa 6–fosfat menjadi fruktosa 1, 6–difosfat telah terbentuk, senyawa ini harus terus mengalami lintasan glikolisis. Jadi, kita dikatakan bahwa fosforilasi fruktosa 6–fosfat menjadi 1,6–difosfat adalah tahap wajib dari glikolisis.
o Fruktosa 1,6–difosfat sekarang terpecah menjadi, memberikan sepasang senyawa berkorban 3, yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliserol dehida 3–fosfat. Hanya gliseraldehid 3–fosfat yang akan digunakan dalam tahap lanjutan glikolisis. Tetapi, dihidroksiaseton bukanlah limbah. Alam bersifat hemat dan sel mempunyai enzim yang mengubah dihidroksiaseton fosfat menjadi gliseraldehida 3–fosfat. Karena satu molekul glukosa telah menyediakan dua molekul gliseraldehida 3–fosfat, kita harus mengingatnya untuk membuat perhitungan keseluruhan. Enzim kemudian mengubah gliseraldehida 3–fosfat menjadi 1,3–difosfogliserat dalam reaksi oksidasi penghasil energi yang pertama dalam katabolisme glukosa. Enzim menggunakan NAD+ sebagai koenzim. NAD+ direduksi menjadi NADH dengan menerima dua elektron dan satu proton dari substrat aldehida selama reaksi berlangsung. Gugus fosfosil yang baru pada produk organik berasal dari ion. Fosfat anorganik yang ada dalam sitoplasma, sehingga tak ada ATP yang dipakai disini. Kenyataannya, 1,3–difosfogliserat sendiri adalah senyawa kaya energi, yaitu anhidrida campuran dari asam karboksilat dan asam fosfat yang dapat mengalihkan gugus fosforilnya kepada ADP. Pengalihan ini berlangsung pada tahap sesudah glikolisis. Karena sel menginvestasikan dua molekul ATP dan sekarang mendapatkan dua, ini baru mencapai titik impas. Dari titik ini, setiap ATP yang dihasilkan merupakan keuntungan. Tahap berikutnya dalam glikolisis adalah pengalihan gugus fosforil pada 3–Fosfogliserat.
o Produk reaksi ini, yaitu 2–Fosfogliserat melepaskan molekul air untuk menghasilkan fosfoenolpiruvat. Fosfoenolpiruvat adalah molekul fosfat yang kaya energi, yang mampu memberikan gugus fosforilnya kepada ADP.
Karena perombakan satu molekul glukosa akhirnya menghasilkan dua molekul fosfoenolpiruvat, maka dua molekul ADP dapat difosforilasi menjadi ATP jika fosfoenolpiruvat dari satu molekul glukosa diubah menjadi piruvat. Kedua molekul ATP ini adalah keuntungan yang diperoleh dalam glikolisis. Pembentukan piruvat mengakhiri proses glikolisis aerob. Berikut ini adalah pokok yang terjadi dalam oksidasi satu molekul glukosa :
- Terbentuk dua molekul piruvat.
- Dua molekul NAD+ telah direduksi menjadi NADH.
- Jumlah bersih sebesar dua molekul ADP telah difosforilasi menjadi ATP (empat molekul ATP yang diperoleh dikurangi dua yang dinvestasikan).
Contoh proses glikolisis itu sendiri terjadi pada Glikolisis pada sel ragi dan glikolisis pada sel darah merah.
b. Glukoneogenesis
Glukoneogenesis adalah lintasan metabolisme yang digunakan oleh tubuh, selain glikogenolisis, untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa di dalam plasma darah untuk menghindari simtoma hipoglisemia. Pada lintasan glukoneogenesis, sintesis glukosa terjadi dengan substrat yang merupakan produk dari lintasan glikolisis, seperti asam piruvat, asam suksinat, asam laktat, asam oksaloasetat.
Dalam glukoneogenesis terdapat hormon glukogen yaitu hormon yang diproduksi oleh sel-sel alfa pulau langerhans dari pankreas. Sekresinya dirangsang oleh hypoglikemia dan bila sampai di hati (melalui vena porta), menyebabkan glikogenolisis dengan mengaktifkan fosforilase dengan cara yang sama seperti epinefrin. Sebagian besar hormon glukogen dikeluarkan dari peredaran oleh hati. Tidak seperti epinefrin, glukogen tidak mempunyai efek terhadap fosforilse otot. Glukogen juga menambah glukoneogenesis dan glukogenolisis hati ikut berperan pada efek hiperglikemik dari glukogen.
Bila kadar glukosa darah meningkat relatif tinggi, ginjal juga memberikan pengaruh pengaturannya. Glukosa secara terus menerus disaring oleh glomeruli tetapi biasanya dikembalikan semua ke dalam darah oleh system reabsorbsi tubulus ginjal. Reabsorbsi glukosa dihubungkan ke fosforilasi oksidatif dan penyediaan ATP dalam sel-sel tubuli, suatu proses yang sama dengan proses yang bertanggung jawab untuk absorbsi gula ini dari usus. Kapasitas system tubulus untuk menyerap kembali glukosa dibatasi sampai suatu kecepatan sekitar 350 mg/menit.
Bila kadar glukosa darah meningkat, filtrat glomerulus dapat mengandung lebih banyak glukosa daripada yang dapat direabsorbsi : yang kelebihan ke luar ke dalam urin untuk mengakibatkan glikosuria. Pada individu normal, glikosuria terjadi bila gula darah vena melebihi 170-180 mg/dl. Kadar gula darah vena ini dinamakan ambang ginjal (renal threshold) untuk glukosa.
Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat dapat ditentukan oleh pengukuran toleransi karbohidrat. Ini ditunjukkan olah sifat kurva dari glukosa darah setelah pemberian glukosa. Diabetes Melitus ditandai oleh penurunan toleransi karbohidrat karena penurunan sekresi insulin. Glukoneogenesis merupakan pembentukan glukosa dari bahan bukan karbohidrat, yaitu dari :
- Gliserol
- Laktat
- Asam-asam amino glukogenik, dan
- Propionat (khusus Propionat untuk hewan memamah biak)
Glukoneogenesis terjadi jika intake karbohidrat rendah. Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan tubuh akan gllukosa pada saat karbohidrat tidak tersedia dalam jumlah yang cukup pada makanan. Pasokan glukosa terus menerus diperlukan untuk sumber energi, khususnya bagi system saraf dan eritrosit. Selain itu, mekanisme glukoneogenik dipakai untuk membersihkan berbagai produk metabolisme ringan, misalnya, laktat yang dihasilkan oleh otot dan eritrosit, gliserol yang diproduksi oleh kelenjar adiposa.
Enzim kunci Glukoneogenesis :
- Piruvat  oksalat (oleh enzim Piruvat karboksilase)
- oksalo PEP (enzim PEP karbisikinase)
- Fruktosa 1,6 bifosfat Fruktosa 1,6 fosfat (enzim Fruktosa-1,6-bifosfatase)
- Glukosa 6 fosfat  Glukosa (enzim Glukosa-1,6-fosfatase)
Karena glukolisis dan glukoneogenesis menggunakan lintasan yang sama tapi bekerja dengan arah yang berlawanan, maka aktivitas keduanya harus diatur secara timbal- balik. Cara ini dicapai melalui 3 mekanisme utama yang mempengaruhi aktivitas enzim- enzim yang penting, yaitu induksi atau represi sintesis enzim, modifikasi kovalen oleh fosforilasi yang reversible dan efek alosteri.
2. Metabolisme asam uronat
Jalur reaksi asam uronat ialah proses katabolisme glukosa menjadi asam glukoronat, askorbat dan pentosa.
3. Metabolisme galaktosa
Galaktosa yang diserap usus, dengan mudah diubah menjadi glukosa dalam hepar. “Galactose tolerance test” adalah suatu pemeriksaan untuk mengetahui fungsi hepar, namun sekarang sudah jarang dipakai.
Galaktokinase mengkatalisis reaksi (1) dan dalam reaksi ini diperlukan ATP sebagai donor fosfat. Galaktosa 1-fosfat yang terbentuk akan bereaksi dengan uridin difosfat glukosa (UDPG) dan menghasilkan uridin difosfat galaktosa dan glukosa 1-fosfat. Reaksi ini dikatalisis enzim galaktosa 1-fosfat uridil transferase, galaktosa menggantikan tempat glukosa.
Suatu epimerase mengubah galaktosa menjadi glukosa (reaksi 3). Reaksi ini terjadi pada suatu nukleotida yang mengandung galaktosa, peristiwa oksidasi-reduksi berlangsung dan memerlukan NAD+ sebagai ko-enzim. UDP-glukosa yang dihasilkan, dibebaskan dalam bentuk glukosa 1-fosfat (reaksi 4). Mungkin sebelum dibebaskan digabung dulu dengan molekul glikogen, baru kemudian dipecah enzim fosforilase.
Reaksi (3) adalah reaksi dua arah. Dari diagram dapat dilihat bahwa glukosa bisa diubah menjadi galaktosa. Dalam tubuh galaktosa diperlukan bukan hanya untuk sintesis laktosa, tetapi juga untuk membuat serebrosida, proteoglikan dan glikoprotein. Sintesis laktosa dalam mamma terjadi dengan jalan kondensasi UDP-galaktosa dengan glukosa dan dikatalisis enzim laktosa sintetase.
Suatu penyakit yang dapat diturunkan menyebabkan galaktosemia, mungkin terjadi akibat kekurangan enzim-enzim pada reaksi (1), (2) dan (3). Akan tetapi yang paling banyak diketahui adalah akibat kekurangan enzim uridil transferase (reaksi 2). Karena kadar galaktosa meningkat, dalam lensa mata galaktosa bisa me- ngalami reduksi menjadi galaktitol. Apabila kadar galaktitol ini tertimbun dalam lesa mata maka akan mempercepat terjadinya katarak.
Kekurangan enzim yang mengkatalisis reaksi (2) membawa akibat yang paling buruk bila dibandingkan dengan kekurangan enzim-enzim yang lain, karena galaktosa 1-fosfat tertimbun sedangkan hepar kekurangan fosfat inorganik. Ini bisa menyebabkan kegagalan fungsi hepar dan retardasi mental. Ekspresi klinik terjadi apabila aktivitas uridil transferase berkurang lebih dari 50 %, dan ini hanya terjadi pada homozygote.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
Ada beberapa jalur yang dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat, seperti :
a. Glikolisis (“glycolysis”)
b. Glikogenesis ( “glycogenesis” )
c. Glikogenolisis ( “glycogenolysis” )
d. Oksidasi asam piruvat
e. Jalur fosfoglukonat oksidatif ( “Hexose Mono-phosphate Shunt” atau “Pentose Phosphate Pathway” )
f. Glukoneogenesis ( “gluconeogenesis” )
g. Metabolisme fruktosa, galaktosa dan heksosamin
5. Toleransi glukosa
Toleransi glukosa merupakan penilaian bagaimana tubuh memproses gula. Kadar gula yang tinggi memperlihatkan bahwa tubuh tidak bisa memproses gula secara efektif dan tes toleransi glukosa akan dikatakan positif.
Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya.
TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.
a. Toleransi glukosa normal
Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah meningkat dan mencapai puncaknya pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak ada glukosuria.
Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 – 30.6 mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1 mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).
b. Toleransi glukosa melemah
Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva glukosa darah terlihat meningkat dan memanjang. Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika kadar glukosa puasa dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di bawah 180 mg/dl (10 mmol/L), dan kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L). Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu ada dalam sampel puasa.
Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L), dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).
Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing yang berat.
Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing, sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau baru mulai.
Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada orang-orang yang memiliki potensi menderita diabetes.
c. Penyimpanan glukosa yang lambat
Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan glukosuria transien.
Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan kadang-kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi, gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal.
d. Toleransi glukosa meningkat
Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita miksedema (yang mengurangi absorbsi karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti pada penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering dijumpai pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata atau ormal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.
6. Glukosa darah dan peranan ginjal dalam metabolisme karbohidrat
Setelah melalui dinding usus halus, glukosa akan menuju ke hepar melalui vena portae. Sebahagian karbohidrat ini diikat di dalam hati dan disimpan sebagai glikogen, sehingga kadar gula darah dapat dipertahankan dalam batas-batas normal (80-120 mg%).
Karbohidrat yang terdapat dalam darah, praktis dalam bentuk glukosa, oleh karena fruktosa dan galaktosa akan diubah terlebih dahulu sebelum memasuki pembuluh darah.
Apabila jumlah karbohidrat yang dimakan melebihi kebutuhan tubuh, sebagian besar (2/3) akan disimpan di dalam otot dan selebihnya di dalam hati sebagai glikogen. Kapasitas pembentukan glikogen ini sangat terbatas (maksimum 350 gram), dan jika penimbunan dalam bentuk glikogen ini telah mencapai batasnya, kelebihan karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan disimpan di jaringan lemak. Bila tubuh memerlukan kembali enersi tersebut, simpanan glikogen akan dipergunakan terlebih dahulu, disusul oleh mobilisasi lemak. Jika dihitung dalam jumlah kalori, simpanan enersi dalam bentuk lemak jauh melebihi jumlah simpanan dalam bentuk glikogen.
Sel-sel tubuh yang sangat aktif dan memerlukan banyak enersi, mendapatkan enersi dari basil pembakaran glukosa yang di ambil dari aliran darah. Kadar gula darah akan diisi kembali dari cadangan glikogen yang ada di dalam hati. Kalau enersi yang diperlukan lebih banyak lagi, timbunan lemak dari jaringan lemak mulai dipergunakan. Dalam jaringan lemak diubah ke dalam zat antara yang dialirkan ke hati.
Disini zat antara itu diubah menjadi glikogen, mengisi kembali cadangan glikogen yang telah dipergunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Peristiwa oksidasi glukosa di dalam jaringan-jaringan terjadi secara bertahap dan pada tahap-tahap itulah enersi dilepaskan sedikit demi sedikit, untuk dapat digunakan selanjutnya.
Melalui suatu deretan proses-proses kimiawi, glukosa dan glikogen diubah menjadi asam pyruvat. Asam pyruvat ini merupakan zat antara yang sangat penting dalam metabolisme karbohidrat. Asam pyruvat dapat segera diolah lebih lanjut dalam suatu proses pada “lingkaran Krebs”.
Dalam proses siklis ini dihasilkan CO2 dan H2O dan terlepas enersi dalam bentuk persenyawaan yang mengandung tenaga kimia yang besar yaitu ATP (Adenosin Triphosphate). ATP ini mudah sekali melepaskan enersinya sambi}berubah menjadi ADP (Adenosin Diphos phate). Sebagian dari asam piruvat dapat diubah menjadi “asam laktat”. Asam laktat ini dapat keluar dari sel-sel jaringan dan memasuki aliran darah menuju ke hepar.
Di dalam hepar asam laktat diubah kembali menjadi asam pyruvat dan selanjutnya menjadi glikogen, dengan demikian akan menghasilkan enersi. Hal ini hanya terdapat di dalam hepar, tidak dapat berlangsung di dalam otot, meskipun di dalam otot terdapat juga glikogen. Sumber glikogen hanya berasal dari glukosa dalam darah. Metabolisme karbohidrat selain di pengaruhi oleh enzim-enzim, juga diatur oleh hormon-hormon tertentu. Hormon Insulin yang dihasilkan oleh “pulau-pulau Langerhans” dalam pankreas sangat memegang perananan penting. Insulin akan mempercepat oksidasi glukosa di dalam jaringan, merangsang perubahan glukosa menjadi glikogen di dalam sel-sel hepar maupun otot. Hal ini terjadi apabila kadar glukosa di dalam darah meninggi. Sebaliknya apabila kadar glukosa darah menurun, glikogen hati dimobilisasikan sehingga kadar glukosa darah akan menaik kembali. Insulin juga merangsang glukoneogenesis, yaitumengubah lemak atau protein menjadi glukosa. Juga beberapa horrnon yang dihasilkan oleh hypophysis dan kelenjar suprarenal merupakan pengatur-pengatur penting dari metabolisme karbohidrat.
Enzim sangat diperlukan pada proses-proses kimiawi metabolisme zat-zat makanan. Vitamin-vitamin sebagian dari enzim, secara tidak langsung berpengaruh pada metabolisme karbohidrat ini. Tiamin (vitamin B1) diperlukan dalam proses dekarboksilase karbohidrat. Kekurangan vitamin B1 akan menyebabkan terhambatnya enzim-enzim dekarboksilase, sehingga asam piruvat dan asam laktat tertimbun di dalam tubuh. Penyakit yang ditimbulkan akibat defisiensi vitamin B1 itu dikenal sebagai penyakit beri-beri.
Tanpa bantuan hormon, kadar gula darah akan mengalami fluktuasi yang besar. Kadar gula darah akan segera meningkat sesudah makan, dan sebaliknya bila tidak ada asupan makanan pada periode tertentu, kadar gula darah akan turun sangat rendah. Untuk mencegah terjadinya fluktuasi yang membahayakan ini, tubuh akan meregulasi glukosa darah dengan menggunakan hormon insulin dan glukagon.
Hormon insulin disekresikan oleh sel-sel beta pankreas apabila kadar gula darah meninggi (hiperglikemia), yang biasanya terjadi sesudah rnakan, seperti nasi, roti, gula, dan lain sebagainya. Peninggian kadar gula darah ini, akan merangsang sekresi insulin dari sel-sel β pulau Langerhans pankreas. Sekresi Insulin ini berlangsung dalam dua rase, pada rase pertama kadar insulin melonjak tinggi seketika. Hal ini terjadi 10 menit sesudah kenaikan kadar gula darah, dan dimungkinkan karena ada simpanan insulin dalam granula. Kemudian terjadi rase ke dua yang bersifat lambat, berlangsung selama lebih dari 10 menit sampai 2 jam. Dalam jam pertama sesudah makan, gula darah meningkat sampai 160 11 mg%, dan kemudian menurun lagi berkat pengaruh insulin, sehingga 2 jam sesudah makan kadar gula darah normal kembali, yakni 120 mg%. Insulin akan merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan dan kemudian memecahnya menjadi enersi, menyimpannya dalam bentuk glikogen dan mengubahnya menjadi lemak. Dengan proses tersebut diatas, kadar gula darah akan menurun dan kembali normal 2 sampai 2 ½ jam sesudah makan.
Sebaliknya bila kadar gula darah rendah, hormon glukagon yang dihasilkan sel-sel α pankreas akan rnenstimulasi sintesa glukosa dari asam amino, rnenyebabkan terlepasnya glikogen dari hepar, yang akan rneninggikan kadar gula darah. Jadi, aktifitas hormon insulin dan glukagon berlawanan satu sama lain.
Ada juga hormon lain yang dapat rnernbantu rneninggikan kadar gula darah, salah satu yang paling penting adalah epinefrin (adrenalin) yang merangsang pernbebasan glukosa dari glikogen. Hormon epinefrin ini akan disekresikan pada situasi dimana tubuh dalam keadaan stress ataupun dalarn keadaan bahaya. Peningkatannya akan menaikkan kadar gula darah, yang akan membantu tubuh untuk berkelahi atau berlari langkah seribu.
Pada defesiensi insulin, glukosa tidak dapat masuk ke dalarn sel-sel, sehingga kadar gula darah meninggi, namum timbunan glukosa tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk rnenghasilkan enersi untuk keperluan sel-sel yang membutuhkannya. Glukosa yang tertumpuk itu dibuang melalui ginjal ke dalam urine, sehingga terjadi glukosuria.
Karena glukosa tidak dapat dipergunakan sebagai penghasil enersi, maka lemak dan protein lebih banyak dipecah untuk menghasilkan enersi yang dibutuhkan, sehingga terjadi peningkatan glukoneogenesis. Peningkatan pemecahan asam lemak akan menghasilkan keton bodies, sehingga bila keton bodies ini meninggi dalam darah (ketosis) akan mengakibatkan penurunan pH darah, sehingga terjadi asidosis.
Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies dentis ada kaitannya dengan pembentukan plaque pada permukaan gigi. Plaque terbentuk dari sisa-sisa makanan yang melekat di sela-sela gigi. Plaque ini akhirnya akan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah pH rongga mulut menurun sampai dengan pH 4,5. Pada keadaan demikian maka struktur email gigi akan terlarut (email tidak larut pada pH 5,41). Konsumsi gula murni (permen, coklat, karamel) sering, akan menyebabkan keasaman rongga mulut menjadi permanen, sehingga semakin banyak email yang terlarut. Kerusakan email yang parah, disebut dengan karies dentis.
Dari berbagai penelelitian sukrosa (gula bit dan gula tebu) mempunyai efek kariogenik lebih tinggi dibandingkan dengan fruktosa, glukosa dan maltosa. Sedangkan karbohidrat kompleks seperti amilum dan dekstrin, efek kariogeniknya tidak ada sama sekali.