Tuesday, 28 February 2012

Hipoksemia, hipoksia, hiperkapnia, dan hipokapnia

a. Hipoksemia dan Hipoksia
Istilah hipoksemia menyatakan nilai PaO2 yang rendah dan seringkali ada hubungannya dengan hipoksia, atau oksigenasi jaringan yang tidak memadai. Hipoksemia tak selalu disertasi dengan hipoksia jaringan. Seseorang masih dapat mempunyai oksigenasi jaringan yang normal, tapi menderita hipoksemia; seperti juga seseorang masih dapat memiliki PaO2 normal tetapi menderita hipoksia jaringan (karena gangguan pengiriman oksigen dan penggunaan oksigen oleh sel-sel). Tetapi ada hubungan antara PaO2 dengan hipoksia jaringan, meskipun terdapat nilai PaO2 yang tepat pada jaringan yang menggunakan O2.Kalau semua dianggap sama, makin cepat timbulnya hipoksemia, semakin berat pula kelainan jaringan yang diderita. Pada umumnya nilai PaO2 yang terus menerus kurang dari 50 mmHg disertai hipoksia jaringan dan asidosis (yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik). Hipoksia dapat terjadi pada nilai PaO2 normal maupun rendah sehingga evaluasi pengukuran gas darah harus selalu dikaitkan dengan pengamatan klinik dari pasien yang bersangkutan. Sianosis merupakan satu tanda yang tidak dapat diandalkan karena SaO2 harus kurang dari 75% pada orang dengan kadar Hb normal sebelum tanda itu dapat diketahui.
b. Hiperkapnia dan Hipokapnia
Seperti halnya ventilasi, yang dianggap memadai bila suplai O2 seimbang dengan kebutuhan O2, pembuangan CO2 melalui paru baru dianggap memadai bila pembuangannya seimbang dengan pembentukan CO2. CO2 mudah sekali mengalami difusi sehingga tekanan CO2 dalam udara alveolus sama dengan tekanan CO2 dalam darah arteri; sehingga PaCO2 merupakan gambaran ventilasi alveolus yang langsung dan segera yang berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Dengan demikian PaCO2 digunakan untuk menilai kecukupan ventilasi alveolar karena pembuangan CO2 dari paru seimbang dengan sehingga PaCO2 langsung berkaitan dengan produksi CO2 ( CO2) dan sebaliknya berkaitan dengan ventilasi alveolar: PaCO2 α CO2/ . Ventilasi yang memadai akan mempertahankan kadar PaCO2 sebesar 40 mmHg. Hiperkapnia didefinisikan sebagai peningkatan PaCO2 sampai di atas 45 mmHg; sedangkan hipokapnia terjadi apabila PaCO2 kurang dari 35 mmHg. Penyebab langsung retensi CO2 adalah hipoventilasi alveolar (ventilasi kurang memadai, untuk mengimbangi pembentukan CO2). Hiperkapnia selalu disertai hipoksia dalam derajat tertentu apabila pasien bernapas dengan udara yang terdapat dalam ruangan. Penyebab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran napas, obat-obat yang menekan fungsi pernapasan, kelemahan atau paralisis otot pernapasan, trauma dada atau pembedahan abdominal yang mengakibatkan pernapasan menjadi dangkal, dan kehilangan jaringan paru. Tanda klinik yang dikaitkan dengan hiperkapnia adalah: kekacauan mental yang berkembang menjadi koma, sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral), asteriksis atau tremor kasar pada tangan yang teregang (flapping tremor), dan volume denyut nadi yang penuh disertai tangan dan kaki yang terasa panas dan berkeringat (akibat vasodilatasi perifer karena hiperkapnia). Hiperkapnia kronik akibat penyakit paru kronik dapat mengakibatkan pasien sangat toleran terhadap PaCO2 yang tinggi, sehingga pernapasan terutama dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini, bila diberi oksigen kadar tinggi, pernapasan akan dihambat sehingga hiperkapnea bertambah berat. Kehilangan CO2 dari paru yang berlebihan (hipokapnia) akan terjadi apabila terjadi hiperventilasi (ventilasi dalam keadaan kebutuhan metabolisme meningkat untuk membuang CO2). Tanda dan gejala yang sering berkaitan dengan hipokapnia adalah sering mendesah dan menguap, pusing, palpitasi, tangan dan kaki kesemutan dan baal, serta kedutan otot. Hipokapnia hebat (PaCO2 < 25 mmHg) dapat menyebabkan kejang.

No comments: