Friday, 27 April 2012

Contoh Diagnosa dan Intervensi Askep Gangguan Mobilitas Fisik


A. Diagnosa
1.   Resiko syok berhubungan dengan perdarahan yang banyak.
2.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, immobilisasi, stress dan cemas.
3.   Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada daerah fragmen tulang yang berubah, luka pada jaringan lunak, dan pemasangan back slab.
B.  Intervensi
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.   Resiko syok berhubu-ngan dengan perdarahan yang banyak
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien tidak sampai mengalami syok, dengan kriteria hasil :
1.    Perdarahan pada daerah vaskuler yang mengalami kerusakan terhenti.
2.    Aliran darah ke semua jaringan tubuh tercukupi
3.    Tidak terjadinya disfungsi seluler
MANDIRI:
1.  Observasi tanda-tanda vital.

2.  Kaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
3.  Berikan posisi supinasi





4.  Berikan banyak cairan (minum)


KOLABORASI:
5.  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian infus IV koloid 30-40 mg/kg BB

6.  Pemberian obat koagulansia (vitamin K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dengan fiksasi.
7.  Pemeriksaan laboratorium (Hb, Hematokrit)


1.Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
2.Untuk menentukan tindakan selanjutnya

3.Untuk mengurangi perdarahan dan mencegah kekurangan darah ke otak dan ke organ ektremitas atas lainnya
4.Untuk mencegah kekurangan cairan (mengganti cairan yang hilang)

5.Pemberian cairan perinfus dapat membantu intake pasien dalam menjaga fluid balance dalam tubuh
6.Membantu proses pembekuan darah dan untuk menghentikan perdarahan.
7.Untuk mengetahui kadar Hb, Hematokrit apakah perlu transfusi atau tidak.
2.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, immobilisasi, stress dan cemas
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu melakukan yang ingin dilakukan sendiri dengan mempergunakan ekstremitas atas tanpa melibatkan mobilisasi dari ekstremitas bawah terutama yang mengalami kerusakan, dengan kriteria hasil :
1.   Kerusakan neuromuskuler skeletal tidak bertambah parah akibat mobilisasi yang dipaksakan
2.   Stress teratasi secepat dan sedini mungkin agar pasien kooperatif dan mau mengikuti saran perawat untuk tidak terlalu banyak bergerak
3.   Kecemasan terhadap intoleransi aktivitas yang di sangka pasien akan berlangsung lama hilang.
MANDIRI:
1.      Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
2.      Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran, dan lain-lain yang tidak melibatkan ekstremitas bawah).



3.      Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.






4.      Bantu pasien dalam perawatan diri







5.      Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar BAB teratur.

KOLABORASI :
6.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet tinggi protein, vitamin,  dan mineral.





7.      Konsul dengan bagi- an fisioterapi


1.   Mengkaji tingkat imobilisasi pasien dapat menentukan tindakan selanjutnya



2.   Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian,meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
3.   Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur/atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
4.   Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan kemampuan pasien dalam mengontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
5.   Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diet dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.

6.   Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb à untuk pasien yang sudah dilakukan traksi)
7.   Untuk menentukan program latihan.
3.   Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada daerah fragmen tulang yang berubah, luka pada jaringan lunak, dan pemasangan back slab.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5x24 jam diharapkan pasien mampu menggerakkan bagian tubuh yang mengalami inkontinuitas, dengan kriteria hasil :
1.   Pasien mampu melakukan ROM aktif, body mechanic, dan ambulasi dengan perlahan
2.   Neuromuskuler dan skeletal tidak mengalami atrofi dan terlatih
3.   Pasien mampu sedini mungkin melakukan mobilisasi apabila kontinuitas neuromuskuler dan skeletal berada dalam tahap penyembuhan total

MANDIRI :
1.   Kaji tingkat kemampuan ROM aktif pasien









2.    Anjurkan pasien untuk melakukan body mechanic dan ambulasi






3.   Berikan sokongan (support) pada ekstremitas yang luka






4.   Ajarkan cara-cara yang benar dalam melakukan macam-macam mobilisasi seperti body mechanic ROM aktif, dan ambulasi
KOLABORASI :
5.   Kolaborasi dengan fisioterapi dalam penanganan traksi yang boleh digerakkan dan yang belum boleh digerakkan

1.     ROM aktif dapat membantu  dalam mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi cardiorespirasi, dan mencegah kontraktur dan kekakuan sendi
2.     Body mechanic dan ambulasi merupakan usaha koordinasi diri muskuloskeletal dan sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat
3.     Memberikan sokongan pada ekstremitas yang luka dapat mingkatkan kerja vena, menurunkan edema, dan mengurangi rasa nyeri
4.     Agar pasien terhindar dari kerusakan kembali pada ekstremitas yang luka



5.     Penanganan yang tepat dapat mempercepat waktu penyembuhan

SKIZOFRENIA



1.         Pengertian
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas proses piker, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autism. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.

2.         Etiologi
a.    Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %,  bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b.   Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c.    Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d.   Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e.    Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f.    Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g.    Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
h.   Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i.     Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.(Maramis, 1998;218 ).



3.         Proses Terjadinya
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama adalah asosiasi, asosiasi longgar berarti ada hubungan antar ide kalimat, kalimatn ya tidak saling berhubungan, kadang-kadang ide belum selesai diutamakan sudah ditemukan ide ide lain, atau dapat pemindahan maksud misalnya maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah” bentuk lebih parah adalah inkoherensi.

4.         Klasifikasi
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
a.       Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b.      Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.
c.       Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d.      Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
e.       Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f.       Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g.       Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
h.      Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain Bouffe delirante (psikosis delusional akut). Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
i.        Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)
Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
·         Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
·         Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
·         Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

j.        Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : (a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini; (b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan (c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

5.         Penatalaksanaan
Prinsip Umum
1.   Pendekatan Perindividu
2.   Farmakoterapi harus ditunjang oleh psikotera
·         Obat-obatan antipsikotik konservasional terbukti mengurangi gejala positif skizofrenia dan secara signitifikan menurunkan resiko relaps.
·         Kelompok obat-obatan antipsikotik, antipikal terbaru telah menunjukkan aktivita yang dapat dibandingkan atau lebih baik untuk mengatasi gejala/ gangguan neorologis yang merugikan obat-obat ini terutama efek dalam mengatasi gejala negatif skizofrenia.
3.   Satu pendekatan tetapi tidak cukup
·         Tujuan utama perawatan di RS adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat.
·         Indikasi perawat
§  Keperluan diagnostik dan terapi
§  Keamanan pasien karena ide-ide diri nimotide
§  Disorganisasi yang jelas dan perilaku inapropriate termasuk kedalam fungsi pribadi.


DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer. A (2000) Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga. Media aesculapius. Jakarta
Maramis. W.F (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 9. Airlangga University Press 1. Surabaya
Stuart G.W and Sundeen (1995) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi ke 5 EGC. Jakarta
Rusdi maslim (2003) Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGS III Bagian Kedokteran Jiwa Pk unika atmajaya. Jakarta

Diagnosis Keperawatan Pulmonal Disease dan Heart Disease


KUMPULAN DIAGNOSA PULMONAL DISEASES
1.      TB Paru
  • Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang kental.
  • Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolarkapiler.
  • Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.
2.      Pneumonia
  • Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, kelemahan fisik umum, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal.
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru dan kerusakan membran alveolar-kapiler.
  • Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum sekunder dari reaksi sistemik bakteremia/viremia.
  • Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, diaforesis, dan intake oral sekunder terhadap proses pneumonia.
  • Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
  • Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam
  • Ansietas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
3.      Kanker Paru
Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
·         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi.
·         Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kehilangan fungsi silia jalan nafas, peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, dan meningkatnya tahanan jalan nafas.
·         Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati, dan faktor psikologis.
·         Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi informasi, dan kurang mengingat.
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pengangkatan jaringan paru, gangguan suplai oksigen, dan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan jumlah/ viskositas secret, keterbatasan gerakan dada/ nyeri, kelemahan/ kelelahan.
  • Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal, adanya selang dada, dan invasi kanker ke pleura, dinding dada.
  • Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman/ perubahan status kesehatan, dan adanya ancaman kematian.
  • Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber, salah interperatasi informasi, dan kurang mengingat.
4.      Abses paru
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/ faringeal.
  • Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru dan proses peradangan
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.
  • Hipertermia yang berhubungan dengan reaksi sistemis : bakterimia/ viremia, peningkatan laju metabolisme umum.
  • Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
  • Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik, peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas.
  • Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, keterbatasan kognitif .
5.      Efusi Pleura
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mucus yang kental.
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan ventilasi, difusi, distribusi dan transportasi O2
  • Pola napas tidak efektif  berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
  • Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dyspnea.
  • Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke jaringan
6.      Hematothorax
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi, distribusi dan transportasi oksigen
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret dan penurunan kemampuan batuk efektif
  • Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
  • Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan penekanan rongga pleura
7.      Asma/Status Asmatikus
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
  • Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus yang ditandai dengan terdengar suara wheezing.
8.      Flail Chest
  • Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
  • Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
  • Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
  • Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
9.      Bronkitis
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi mukus
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan. penyempitan saluran pernapasan.
  • Pola napas tidak efektif berhubungan dengan. penyebaran udara dan aliran darah dan alveoli tidak adekuat
10.  Hemoptisis
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang kental.
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
  • Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif ditandai dengan klien tidak mengeetahui penyebab adanya darah pada sekret yang keluar.
11.  Pleuritis
  • Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
  • Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat pergesekan kedua membran pleura saat respirasi,
  • Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
12.  Empiema
  • ·         Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan broncus spasme, peningkatan produksi sekret dan kelemahan.
  • ·         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas sekunder terhadap penumpukan secret, Bronchospasme
  • ·         Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sesak nafas, anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.
  • ·         Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri saat proses infeksi pada paru

13.  Faringitis
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi sputum akibat proses inflamasi.
  • Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan sekunder akibat diaphoresis yang berkaitan dengan hipertermi.
  • Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan iritasi jalan napas atas akibat infeksi.
  • Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
14.  Rinitis
  • ·         Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan reaksi alergik.
  • ·         Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau adanya secret yang mengental.
  • ·         Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
  • ·         Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang rinithis.

15.  Bronkopneumonia
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
  • Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi exudat
  • Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan tachipnea
  • Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan infus
  • Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest total
  • Risiko cedera berhubungan dengan kejang

16.  ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
  • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
  • Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran cairan kompartemental
  • Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmonal non-kardia.
  • Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan curah jantung, edema, dan hipotensi.
  • Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,peningkatan sekresi,penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
  • Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia)
  • Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi mengenai kondisi dan terapi yang dibutuhkan 

KUMPULAN DIAGNOSA HEART DISEASES

1.      Angina Pectoris
·         Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan takipneu dan penggunaan otot-otot bantu nafas,
·         Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksia ditandai dengan sianosis, kulit pasien teraba dingin, kesemutan dan CRT> 3detik.
·         Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran darah ditandai dengan curah jantung menurun, takikardia, sianosis, kulit teraba dingin, CRT > 3detik, melemahnya nadi perifer dan menurunnya tekanan darah.
·         Nyeri akut berhubungan dengan iskemik myokard terhadap suplai oksigen menurun ditandai dengan keluhan nyeri dada dengan penyebaran,wajah meringis dan gelisah, skala nyeri 6.
·         Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan menelan terhadap penyebaran nyeri ke tenggorokan.
2.      Kardiomiopati
·         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru.
·         Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah jantung.
·         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, kelemahan fisik.
·         Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
·         Ketidakpatuhan berhubungan dengan tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
3.      Emboli Arteri
·         Penurunan curah jantung berhubungan dengan preload dan afterload yang terganggu
·         Ketidakefektifan  perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya suplai oksigen ke jaringan perifer
·         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi Co2 ke paru-paru
·         Nyeri akut berhubungan dengan penurunan suplai darah dan oksigen ke jantung
·         Kelebihan  volume cairan berhubungan dengan penurunan mekanisme regulator akibat kelainan pada ginjal.
·         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan mekanisme kolateral tidak baik.
·         Ansietas berhubungan dengan stress terhadap penyakitnya\
·         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya
4.      Aterosklerosis
·         Ketidakefektifan  perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
·         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplay oksigen
·         Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
·         Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake cairan secara oral
·         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
·         Ansietas berhubungan dengan stress terhadap penyakitnya.
·         Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi pada pasien terhadap prognosis penyakitnya.
5.      Trombosis
·         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak optimal ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas, pasien tampak menggunakan otot bantu nafas, RR > 24 x/menit, dyspnea, takikardi dan tachypnea.
·         Ketidakefektifan  perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya aliran darah dan melambatnya pengembalian darah perifer ditandai dengan pasien mengatakan kulit tangan dan kakinya terasa dingin, kulit pasien teraba dingin, sianosis, denyut nadi daerah perifer lemah, dan pasien tampak pucat.
·         Nyeri akut berhubungan dengan penurunan suplai darah dan oksigen ke jaringan ditandai dengan pasien mengatakan nyeri saat beraktifitas dan hilang saat istirahat, pasien mengatakan nyeri pada ekstremitas, pasien mengatakan nyeri seperti tertekan benda berat, pasien mengatakan skala nyerinya 5 dari 0-10, pasien tampak meringis dan pasien tampak memegang bagian yang sakit.
·         Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan secara oral ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu makan, pasien mengeluh perutnya mual, pasien menghabiskan setengah porsi dari 1 porsi yang diberikan, pasien muntah, dan BB pasien turun dari 60 kg menjadi 50 kg.
·         Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien mengeluh badannya lemas, pasien mengatakan cepat lelah saat beraktifitas, aktifitas pasien dibantu oleh perawat, dan pasien tampak lemah.
·         Ansietas berhubungan dengan penurunan status kesehatan atau perubahan kesehatan ditandai dengan pasien mengatakan takut akan penyakitnya, pasien tampak cemas, dan pasien tampak gelisah.
·         Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya ditandai dengan pasien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya, dan  pasien bertanya tentang pengobatan dan penyakitnya. 
6.      Penyakit Jantung Kongenital
  • ·         Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan didalam paru akibat dari edema paru akut.

·         Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
·         Nyeri akut yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen ke jaringan miokardium dan  peningkatan produksi asam laktat.
·         Ketidakefektifan  perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer.
·         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan.
7.      Tromboplebitis
  • ·         Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
  • ·         Ketidakefektifan  perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya O2 ke perifer sehingga terdapat sianosis
  • ·         Risiko infeksi berhubungan dengan pembengkakan karena gangguan pembengkuan darah
  • ·         Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema
  • ·         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tersumbatnya aliran darah, pasien tidak bisa berdiri
  • ·         Gangguan citra tubuh berhubungan dengan varises vena pada kaki
  • ·         Ansietas berhubungan dengan pasien mengatakan gelisah dengan penyakitnya, pasien mengeluh takut dan cemas
  • ·         Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pasien bertanya-tanya dan ingin tahu tentang penyakitnya

8.      Infark Miokard Akut
  • ·         Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri.
  • ·         Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
  • ·         Ketidakefektifan  perfusi jaringan perifer berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
  • ·         Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma di ekstravaskuler
  • ·         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran  alveolar- kapiler (atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar  edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif)
  • ·         Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan  kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
  • ·         Ansietas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.
  • ·         Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang  informasi tentang fungsi jantung / implikasi  penyakit jantung  dan status kesehatan  yang akan datang , kebutuhan  perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi  yang dapat dicegah


9.      ASD (Atrial Septal Defect)
·         Penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
·         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
·         Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
·         Risiko infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
·         Risiko cedera berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi (komplikasi)
·         Gangguan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)

10.  Tetralogy of Fallot (TOF)
  • ·         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan alian darah ke pulmonal
  • ·         Penurunan curah jantung berhubungan dengan sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
  • ·         Ketidakefektifan  perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi (anoxia kronis , serangan sianotik akut)
  • ·         Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
  • ·         Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
  • ·         Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
  • ·         Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan klg tentang diagnosis/prognosis penyakit anak
  • ·         Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis